Senin, 02 Juni 2014



SEMUA TENTANG RIZKY
            Udah hamper 30 menit, aku berada didepan kantorku, eh kenapa dari tadi nggak ada angkutan umum yang lewat sih, mana mau maghrib juga, Tuhaan!! Tolong Gita!. Nggak biasanya juga kayak gini. Jangan ngeluh dong ah.
            “Mbak Gita,masih belum pulang juga ya?”Sapa salah satu dari karyawanku, kalau udah ada angkutan umum, ya aku udah Pulang. “Belum ada Angkutan Umum nih.”Kataku, dengan setia, tetap berdiri di depan Minimarketku. “Mbak ini owner, heran saya, kenapa masih suka naik angkutan umum, padahal ya kan kalau dipikir naik angkutan umum itu, desak – desakan, baunya nggak enak, dan masih banyak lagi, kenapa sih nggak milih naik mobil pribadi aja?”Tanya karyawan aku, yang benar – benar nyebelin ati.
            “Aku dari SD emang suka, naik angkutan umum, jadi aku udah mengerti dan kenal seluk beluk tentang bus kota.” Kataku, “Ehm gitu ya, yaudah aku pulang dulu ya mbak, ati – ati dijalan.”Katanya kemudian, berlalu meninggalkanku sendirian.
            Dari kejauhan Nampak sebuah bus angkutan umum, aku kenal merknya, tapi ya sudahlah daripada aku sendirian disini, mending naik ajalah. “Ya Tuhan..”Saat bus itu berada tepat didepanku, aku mencoba mengurungkan niatku untuk naik, tapi kalau aku nggak naik, aku bakalan disini sampe malem.
            Bismillah, akhirnya aku naik juga, meskipun gelantungan di pintu bus ini, asal nggak kena marah sama Bang Affan, kakak aku satu – satunya itu, yang mungkin 2 tahun ini menjadi semakin dekat denganku, karena kematian kedua orang tua yang sangat aku cintai, dan dia dengan ikhlas dan suka merawat aku.
            “Turun mana mbak?”Suara Cemprang Mas Kenek ini ngebuat aku jadi, terbuyar dari lamunanku. Aku mengeluarkan selembar sepuluh ribuan. “Turun Apartmen yang deket bengawan solo itu, saat mas kenek itu, mau memberikan kembalian padaku, dan dengan bodohnya aku, aku menjawab. “Kembaliannya buat Mas aja.”Kataku sok bijak.
            Dengan senang hati Mas Kenek itu, mengembalikan uangnya disakunya. Gita… uang didompet tinggal segitu, kenapa kembaliannya juga ditolak, kosong kan sekarang dompetnya, hadeeh!.
@
            Ada seonggok manusia, dikursi tunggu depan flatku, ehh bukan seonggok ding ini manusia, abang aku. Bang Affan, ternyata dia udah ada disini dari tadi. “Kok Baru pulang?”Tanya Bang Affan dengan wajah penuh selidik.
            “Kendaraan umumnya susah Bang!”Kataku, “Makanya kamu kalau diajari naik motor, mau. Jangan ngeles mulu kayak bajaj.”Kata Bang Affan. “Nggak, aku tetap nggak mau naik motor,aku mau naik angkutan umum.”Kataku dengan keukeuh, kalau udah kayak gini Bang Romi nggak bakalan kata apa – apa lagi.
            “Nih, abang bawain makanan buat kamu, tadi kebetulan abang lewat sini.”Kata Bang Affan. Sambil menyerahkan kresek hitam kepadaku. Emang sejak tahun lalu, Bang Affan memang udah nggak tinggal denganku, dia memilih harus tinggal di Apartmen juga yang tidak jauh dari kantornya.
            “Nggak mampir dulu?”Tawarku, Bang Affan selalu menolak, “Nggak usah, abang nggak enak sama tetangga kamu, dikiranya abang simpenan kamu lagi”Katanya agak ngocol sedikit. “Yaelah abang, aku juga masih normal, kalau aku, mau nyari simpenan ya gantengan dikit lah, nggak kayak abang.”Kataku diselangi gelak tawa.
            “sialan kamu”Katanya,dengan kesal, seperti biasa kalau setiap aku mau pergi atau abang mau pergi selalu cium tangan abang aku ini. “Jangan lupa nggak boleh makan mie instan terlalu banyak, nggak usah makan saos, nggak usah minum soda atau soft drink, dan ingat nggak usah kemana – mana.”Kata Bang Affan seperti biasa, aku hanya bisa menarik nafas aja, dan berkta baiklah.
@
            Seperti biasa, aku kalau pagi, selalu naik angkutan umumnya Pakdhe, biar dapet gratisan, hahahahaha. Dan yang jelas sampai lebih awal.
            Heeh..udah lewat 5 menit aku telat, mana mau nyebrang lampunya ijo,dan baru 25 detik lagi dah, Ya Tuhaannn!! Kalau kayak gini mah, nggak bisa dibilang memberikan contoh yang baik buat anak – anak yang lain dong.
            Ada yang mengejutkan aku, saat aku berdiri, di sebelah tiang lampu traffic light, mas kenek yang kemarin, busnya aku naiki, dia menonjolkan kepalanya dan entah, dia bilang apa nggak jelas ditelingaku. Aku hanya tersenyum aja melihat tingkah gilanya. Busnya semakin menjauh, tap dia tetap memandang wajahku.
            Yaaa, aku akui aku jatuh cinta untuk yang pertama, dengan ma situ, mas kenek yang entah berantah itu, namanya. Akh udah merah lampunya, aku bisa menyebrang ke seberang jalan raya.
@
            Waaw, hari ini hari Jum’at, waktunya aku pulang awal dari biasanya, aku pengen ketemu mas yang kemarin malam, mas siapa ya namanya, aku jadi penasaran gitu. “Daripada naik angkutan umum, aku anterin pulang gimana mbak?”Tawar Mona, dia karyawan aku.
            “Nggak usah deh, aku bisa pulang sendiri.”Jawabku. “Rejeki datangnya hanya sekali mbak, jadi aku nggak bakalan nawarin lagi.”Kata Mona lagi. “Yaudah sana pulang, entar kamu kemaleman loh pulangnya.”Kataku lagi, dia kemudian berpamitan dan berlalu meninggalkan aku sendirian.
            Masih jam 4 sore, aku pengen ketemu sama mas yang kemarin, tapi kalau jam segini kayaknya nggak mungkin deh, kemarin aja, aku ketemu dia, pas waktunya Maghrib gitu. Lebih baik aku, ke terminal ajalah, tapi naik apa? Naik angkutan umum njam segini juga nggak ada, paling terakhir jam 3 sore.
            Bismillah jalan kaki ajalah. Okeh aku niatkan, untuk jalan kaki, menuju terminal Bus Kota, Yaelah segitunya Demi Cinta mbak Gita. Heeem okeh kita lets goo!!! Ke terminal, aduh tapi terminalnya jauh.
            Lest go!! Gita, ayo!!! Jangan nyerah!! Ayo !!!, yaelah baru beberapa meter, udah capek banget. Aku putuskan untuk istirahat disini aja, kaki aku terasa sangat sakit sekali. Aku duduk disebuah tempat duduk, dan membuka sepatuku. Rasanya emang bener – bener sakit banget, terlihat memar biru di kaki kananku.
            Kayaknya, kaki aku emang nggak biasa diajak jalan jauh deh, mana pake staleto dengan hak 15cm juga, coba bayangkan.
            Dari Kejauhan, terlihat sebuah bus berwarna sama dengan, busnya mas yang kemarin, wow hatiku bener – bener dag..dig..dug!, Oh Tuhan ternyata mengerti dengan apa yang aku rasain, aku bersiap memakai sepatuku. Saat Bus Kota, semakin mendekat. Kenek busnya, menyembulkan sebagian dari tubuhnya.
            Ternyata bukan mas ganteng yang kemarin malam, aku urungkan niatku untuk naik bus itu, aku kembali duduk, dan bus melewatiku begitu saja. Sabar Gita, pasti sebentar lagi mas ganteng lewat, dan kamu bisa kenalan sama dia, okeh!.
            Okeh, aku kembali duduk, di kursi yang tadi. Tuhan tolong dong, aku mau ketemu sama dia, aku kan juga nggak mau jadi jumblo permanen juga Tuhan.
            Aku melihat jam tanganku lagi, udah jam 16.35, yaelah harus berapa lama lagi aku menunggu Mas Ganteng. Aku nggak sabar pengen ketemu sama dia Tuhan, Okeh aku mau, jalan lagi sampe terminal, siapa tau entar ada pangeran berkuda putih, yang mau kasih tumpangan, hahahahaha sangat berharap.
            Ayo Gita !!! kamu pasti kuat, terminal udah ada didepan mata, masa’ udah nggak kuat lagi sih? Aaah ini kali pertama, aku berjalan kaki sejauh 3 kilometer dengan highhels, begini seminggu aku, bakalan kurusan, dan betis jadi betis pesepak bola. Hahahahaha.
            Tapi saat aku sampe terminal, udah gelap, Adzan dari dalam terminal berkumandang, dan nggak ada bus yang parker didepan terminal, kayak biasanya. Hadddduuuuh!!! Gazwat dunia persilatan nih, Ahh Tuhan.
            Aku tak membuang kesempatan, aku langsung Tanya aja sama, mas – masnya yang sedang duduk, di dekat Pos Satpam, aku tau mas ini adalah, satu trayek sama, dengan mas ganteng yang kemarin. Jadi dia tau pasti, busnya Mas Ganteng ada dimana sekarang.
            “Ma’af mas saya mau Tanya, bus GM yang depannya ada tulisan Just For You, kok nggak ada?”Tanyaku, “Ooh bus itu jadwalnya tidur, diterminal Mbak, bareng sama saya, tapi kebetulan masih perjalanan dari Ngawi kesini.”Jawab Masnya, Dhueng!!! Tuhan, kalau tau seperti ini keadaannya, ya aku nggak bakalan sengsara.
            Rasanya tulangku kayak dilolosi satu per satu, aku mulai lemas, kakiku yang aku paksakan tadi, mulai terasa sangat sekarang. “Yaudah Mas makasih.”Kataku, aku duduk sendirian di pot bunga, air mataku menetes dengan deras. Ya Tuhan kenapa harus begini coba’.
            “Gita!!!”Suara melengking Bang Affan, membuat aku terkejut dan menoleh, Benar mobil warna putih berhenti didepanku. Bang Affan membuka jendela, mobilnya. “Kamu ngapain sendirian disini?”Tanya Bang Affan, aku nggak ngejawab langsung saja, aku berlari menuju masuk mobil Bang Affan.
@
            Sepanjang perjalanan Bang Affan, hanya terdiam saja, dan tidak berkata apapun, aku sangat paham dengan sifat, Bang Affan jika seperti ini, pasti dia sedang ada masalah sesuatu, atau sedang marah denganku.
            “Kamu nggak pernah, jalan kaki dari minimarket, sampai terminal. Kamu kenapa lakuin itu?”Kata Bang Affan menatap tajam kearah wajahku, aku hanya bisa menunduk saja. Demi Tuhan, aku nggak ingin, Bang Affan marah. “Aku jatuh cinta.”Jawabku dengan menunduk.
            Aku sempat, melirik wajah Bang Affan, kening nya terlihat terkerut, sepertinya dia heran dengan jawaban aku, “Jatuh cinta?! Pria seperti apa yang bisa, ngebodohin kamu, sampai rela nyuruh kamu, jalan kaki dari minimarket sampai terminal?”Nada Suara Bang Affan mulai meninggi.
            Demi Tuhan, aku nggak mau Bang Affan marah, kayak gini. “Gita jatuh cinta sama, kenek Bus Kota Bang, dia nggak nyuruh aku, buat jalan kaki, hanya saja, aku yang mau ngebuktiin kalau aku, beneran sayang sama dia bang.”Kataku.  Bang Affan terdiam, “Bukan begitu seharusnya Ta.”Kata Bang Affan.
            “Ya udah, nggak usah diulangi lagi, Abang nggak suka kamu seperti itu, sekarang kamu obati kaki kamu, dan istirahat.”Kata Bang Affan. Kemudian, berlalu meninggalkan apartmenku. Demi Tuhan, aku nggak pernah lihat Bang Affan semarah ini.
            Aku langsung saja, masuk kekamar dan membersihkan diri, okeh aku janji nggak akan mengulangi lagi.
@
            Baru jam 06.00, aku udah sampai ke terminal, aku bermaksud untuk, bertemu dengan Mas Ganteng pujaan hati aku. Heeem, hari ini harus ketemu sama Mas ganteng, semoga Tuhan mendengar do’aku.
            Hari ini, cukup spesial buat dari yang kemarin, kenapa? Karena aku nggak pakai sepatu berhak tinggi, tumit aku lecet sampai biru, tapi sebenarnya aku lebih nyaman begini, daripada pakai highels, tapi menyesuaikan kondisi juga.
            Aku celingukkan, mencari busnya Mas ganteng, ternyata nggak ada, kemana sih nih orang. Siapa tau, dia bentar lagi datang, aku putuskan untuk duduk di ruang tunggu, dan kebetulan tivi di ruang tunggu, sedang memutar filem favorit aku, Upin Ipin, Yaelah!.
            Kalau disuruh nunggu, sampai kapanpun juga, kalau disuruh nunggu sambil lihat Upin – Ipin ya emang nggak kerasa. Tapi kan aku juga harus kerja, kalau boleh tivinya mau aku copot dan bawa pulang, hahahahahah.
            “Eh..Mbak yang semalam, kok ada disini mau ngapain? Ke Surabaya?”Tanya Mas yang kemarin malam, “aku masih nunggu, bus GM yang aku Tanya semalem itu sama mas, kok nggak ada ya, padahal udah dari tadi aku nunggu lama.”Kataku, dengan semangat.
            “Ya Tuhan Mbak, bus yang mbak tunggu, udah berangkat jam 06.35 tadi, mbaknya telat sih”Kata Masnya, Lhah! Nggak ketemu lagi. “Emangnya ada urusan apa, sih sama bus itu?”Tanya Masnya lagi, “Nggak ada apa – apa kok.”Kataku, aku berdiri dan bersiap untuk melenggang. “Ati – ati ya mbak, kalau berangkat kerja”Kata Masnya lagi, aku hanya melempar senyum saja.
@
            “Mbak Gita, nggak apa? Tuh kakinya?”Tanya Rahma padaku, memang selama ini perhatian sama aku, “Nggak Apa Ma, Cuma lecet doang dikit, besok juga sembuh.”Kataku,kemudian tetap fokus memeriksa barang – barang yang ada di depanku. “Nggak mungkin pasti itu sakit banget, yakan ngaku atuh mbak.”Desak Rahma.
            “Ma, aku kan udah bilang, aku nggak apa – apa.”Kataku meyakinkan Rahma, kalau aku memang bener – bener nggak apa – apa, tapi sebenarnya aku juga takut, kalau terjadi apa – apa dengan kaki aku, atau mungkin harus di amputasi, hahah terlalu alay.
            “aku keruanganku dulu, kalian jangan nakal ya.”Kataku, kemudian dengan tertatih berjalan menuju ruanganku yang letaknya ada di ujung lorong, tapi tetap masih bias melihat kearah jalan raya. Ya Tuhan, kapan aku bisa ketemu sama Mas itu, padahal aku pengen ketemu sama ma situ.
            Aku duduk dan menghadap ke tembok, yang terbuat dari kaca, kalau aku bener – bener lagi, bosan dengan pekerjaanku, aku menghadap ke luar, dan memandangi kendaraan yang lalu lalang. Siapa tau ada yang ganteng, kemudian nyantol ke aku. Halah ada – ada aja, nih manusia satu ini.
            Nggak sengaja aku saat, menghadap ke arah luar, Mas Ganteng itu lewat dan, tau keberadaanku yang sedan menatapnya, kita seperti jodoh yang direncnakan sama Tuhan. Dia tersenyum padaku, meskipun hanya lihat wajahnya sebentar aku, sangat bersemangat.
            Terima Kasih Tuhan, Hah aku seperti kekeringan yang mendamba hujan, dan akhirnya kedamba juga. Haha bahasanya kayak puitis banget.
@
            Hari ini, adalah malam minggu, aku hari ini ingin seperti kemarin, berjalan menuju terminal, dengan berjalan kaki. Ini udah sampe, setengah perjalanan dan bentar lagi sampe terminal, meskipun kaki sesakit ini, tapi nggak kerasa. Aku sekarang paham, sama jadwal Mas ganteng sekarang.
            Terlihat dari kejauhan, itu ada sebuah bus. Kayaknya benar itu, busnya Mas Ganteng aku bersiap – siap, untuk memberhentikan busnya, tapi saat bersamaan ada sebuah truck pasir yang berhenti tepat didepanku, jadi bener – bener menutupi aku yang bertubuh kecil. Dan perlahan – lahan, wuuuussshhhh!!! Busnya mas Ganteng melewatiku dengan, angkuhnya.
            Hiiiiiihh!!!! Sebel, aku pengen makan satu – satu sama, masnya yang godain aku. “Mbak, godain kita dong!!”Katanya salah satu dari mereka, hah godain pala lu peyang. Tanpa memperhatikan mereka lagi, aku langsung berlari mengejar bus mas ganteng tadi, meskipun tidak terkejar olehku.
            Air mataku mulai menetes, aku udah kehilangan akal, hanya mondar – mandir aja dari tadi, dan berani nggak berani, aku memberhentikan seorang pengendara motor. “Mas!!! Tolong saya!!”Kataku sambil memberhentikan mas – masnya yang sedang asyik berkendara. “Ada apa mbak?”Tanya Mas itu, sambil membuka helmnya,
            “Saya kan mau pulang, nah bus terakhirnya sudah lewat, tolong ya mas, antar saya ke bunderan.”Kataku memohon, “Tapi saya, ada kuliah jam 6 abis Maghrib”Katanya lagi, aduuhh!!! “Mas saya mohon, anter saya.”Kataku memelas, “Baiklah Mbak!”katanya, fyuuuh masnya mau anterin aku. “Makasih ya Mas”Kataku, Masnya hanya mengangguk saja.
            Udah sekitar 5 menit, kejar – kejaran sama busnya Mas Ganteng, dan akhirnya terkejar juga, huffft!!! Masnya yang namanya, entah berantah, yang dengan sukarela, mau anterin aku buat ngejar, Mas Ganteng, cukup kenceng juga. “Masnya, makasih udah mau anterin saya.”Kataku saat berada di busnya Mas Ganteng, Ma situ hanya tersenyum saja. Kemdian Busnya berlalu begitu saja, meninggalkan Mas itu.
            “Lhoh Mbaknya sama siapa?pacarnya?”Tanya Mas Ganteng, healah pacarnya katanya. “Bukan Mas, tadi nggak kenal, terus saya suruh anterin ngejar busnya mas.”Kataku, “Aku Rizky.”Katanya sambil, menyerahkan tangan kanannya. “Aku Gita.”Jawabku, sambil membalas jabatan tangannya.
            “Mbak yang kerja di Minimart ‘Alay Mart’ itu ya?”Tanya dia lagi, “Saya disana bukan kerja mas, saya ownernya disana.”Kataku, Masnya hanya mengangguk saja, mungkin ini adalah berkah dari lari – larian tadi, Demi Tuhan ada rasa kepuasan tersendiri buat aku, udah bisa naik busnya mas Ganteng, eh salah Mas Rizky.
@
            Aku jadi semangat pagi, menjalani hariku. Seperti biasa, aku menunggu angkutan umum sekitar jam 07.15 pagi. Biasanya kalau jam segini Pakdhe, udah berangkat, kenapa ini belum nongol juga batang kumisnya Pakdhe? Kira – kira apa Pakdhe lagi libur, atau memang busnya lagi Rusak? Aduh gimana nih?.
            Sebuah bus yang sangat aku kenal, terlihat dari kejauhan, bus yang ada tulisannya ‘Just For You’ itu semakin mendekat padaku. Aahhh kenapa aku jadi grogi, naik busnya dia, ada rasa seneng juga sih. “Eh..Mbak Gita, pagi bener?”Sapanya, “Iya Mas emang, kalau aku berangkat, ya jam segini, selalu.”Kataku.
            “Kakinya udah sembuh kah?”Tanya Mas Rizky padaku, iiih ternyata dia bener – bener perhatian sama aku. “Masih sakit sih, tapi udah nggak apa.”Kataku, hari ini aku dapat kesempatan buat berdiri didekat Mas Rizky, aku seneng banget Ya Tuhan yessss asyyiiikkk!   “Mbaknya, ternayata termasuk orang kuat juga ya, bisa berdiri selama 30 menit, dengan kaki yang sakit.”Kata Mas Rizky lagi, setelah beberapa menit dia, fokus dengan pekerjaannya. “Nggak apa udah biasa kok Mas,”Jawabku.
            Perlahan penumpang busnya mas Rizky, udah habis, tinggal beberapa gelintir saja. Ada beberapa bangku yang kosong, didekatku tapi aku masih memilih untuk berdiri saja. “Mbak, bangku disebelah mbak itu kosong, kenapa nggak duduk saja?”Tawar Mas Rizky, “Nggak ah Nanggung, bentar lagi juga sampai ke terminal.”Kataku, heh bodoh banget aku, padahal kaki aku udah kesemutan, malah bilang begitu, dasar!!.
            “Oh..kalau begitu ya udah.”Kata mas Rizky lagi. Yaelah padahal aku udah bener – bener capek banget, dan persetan dengan kata – kataku tadi, langsung saja aku duduk di tempat yang paling dekat denganku.
            “Lhah kok duduk mbak? Katanya nanggung?”Tanya Masnya lagi, “Saya kan juga manusia mas, jadi ya bisa capek juga.”Jawabku tanpa tedeng aling – aling.
@
            Lagi, aku bosan dengan pekerjaanku, yang sangat melelahkan, aku seperti biasa, memandang kea rah tembok kaca, dan lagi bersamaan dengan menolehnya aku, Mas Ganteng eh salah Mas Rizky lewat, dan melemparkan sebuah gulungan kertas tepat didepan minimarketku. Apa ya ngomong – ngomong, itu isinya?.
            Aku penasaran dengan apa yang ada di kertas itu, kemudian berlari keluar ruangan, karyawanku yang tak pernah melihatku seperti ini, jadi agak heran, apa yang sedang aku lakukan. Udah nggak kerasa lagi, kaki yang sakit ini. Aku menuju kertas gulungan yang dilempar sama Mas Rizky tadi.
            Wah takutnya, entar pas aku buka, isinya anda belum beruntung gimana dong? Nggak mungkin juga kale, bukan arisan juga ini mah. Dengan sekuat tenaga, aku membuka gulungan kertas tadi, dan ternyata ada deretan angka, bukan nomor togel juga. Ternyata nomor Handphone dia, dan tertera namanya Rizky. Akhirnya dia, datang dengan sendirinya.
            Langsung saja, aku mencatat satu persatu nomor Mas Riszky, dan akhirnya aku hari ini, resmi jatuh cinta. Dengan senyum – senyum sendiri, aku masuk kedalam minimarketku. “Mbak Gita, kok jadi aneh begitu ya.”Bisik Salah satu, dari karyawanku. Aku abaikan saja, kata – kata mereka. Terimakasih Tuhanku.
@
            Nggak kerasa juga, aku udah 3 bulan, jadian sama mas Rizky, dan Bang Affan, sudah sangat setuju dengan Mas Rizky, rasanya semua yang aku perjuangkan tentang Mas Rizky, sudah terbayar lunas, sekarang.
            Hari ini, aku janjian dengan Mas Rizky, dia kebetulan kerjanya libur, dan berjanji, mau menjemput aku, di Minimarketku. Tapi entahlah dari tadi sore jam 3, hujan lumayan deras. Aku telfon Mas Rizky juga, nomornya nggak aktif. Aku memutuskan untuk jalan kaki menerjang hujan, ke terminal. “Mbak Gita, nggak apa, hujan – hujan, jalan ke terminal?”Tanya Pasta, nama Karyawanku.
            “Aku kuat.”Kataku meyakinkan, Bismillah aku terjang air hujan, perasaanku mulai nggak enak, tentang Mas Rizky, aku nggak paham, kenapa aku rasanya pengen sekali menangis. Ya Tuhan perasaan apa ini? Semoga tak terjadi apa – apa dengan Mas Rizky.
            Sekitar 30 Menit, aku berjalan menuju terminal, denga keadaan basah kuyup, aku udah mulai menggigil kedinginan. Tapi akhirnya sudah, sampai di terminal. Untunglah ada bus terakhir, yang nanti bisa aku tumpangi menuju apartmenku. Sepertinya busnya masih lama juga, dan hujan belum mau berhenti.
            Aku memutuskan, untuk berteduh di pos satpam jaga terminal, kebetulan disana ada dua orang yang sedang berteduh, dan aman aku jadinya.
            Tapi betapa terkejutnya aku, saat tau siapa yang ada di dalam Pos Satpam. Ternyata Mas Rizky sedang bersama cewek lain, sedang berciuman hujan – hujan begini, betapa sakitnya hatiku, saat ini. Mereka juga terkejut, dengan datangnya aku. “Jadi begini maksud kamu, selama 3 bulan, kamu bohong sama aku, ya kan, bilang jujur sama aku!”kataku, dengan berlinang air mata. “Nggak Gita, tolong berikan aku buat, jelasin semua. Ya aku mohon!”Kata Mas Rizky memohon.
            “Dia siapa?”Tanya perempuan, yang sedang bersama Mas Rizky. Belum sempat Rizky, menjawab aku sudah mendahului dia. “Aku pacarnya yang kedua, dan sekarang aku serahkan Rizky sama kamu, aku mundur.”Kataku, kemudian berlalu meninggalkan mereka yang mematung begitu saja di Pos Satpam. aku berjalan meninggalkan mereka, tak tentu arah, air mataku mulai menetes sangat deras.
            Semua yang aku usahakan buat Rizky, udah hilang dan lenyap demi Tuhan, aku tak pernah berpikir seperti ini, Tuhan aku hanya ingin yang terbaik, untuk hidup aku, tapi jika ini yang terbaik buat hidup dan hati aku, aku pasrahkan padamu Ya Tuhanku. “Mamah Papah,aku ingin bersamamu, menyusulmu.”Kataku, dan kemudian.
            “Mbak!!”Sebuah suara, mengejutkan aku, dengan samar aku melihatnya di terpa air hujan, dan entahlah aku tak mengerti apa lagi yang terjadi.
@
            Aku ada dimana sekarang, kok putih – putih, jangan – jangan aku ada di Surga? Hah di Surga?, tapi aku pastikan lagi penglihatan aku, ya Tuhan, ada Bang Affan, dan seekor cowok, eh salah, seorang cowok, yang sedang menunggui aku, tertidur disamping aku, pake ngiler lagi di kasur aku, siapa sih dia?.
            “Kamu siapa?”Tanyaku memasang wajah heran, sambil menyubit lengannya, dia terkejut dan terbangun. “Awwww!!! Ada apa ?”Katanya terkejut, kemudian bengong dihadapanku, “Kamu siapa?”Tanyaku lagi.
            “Aku yang nolong, kamu kemarin, jangan cubit – cubit sembarangan, kenapa”Katanya, hah situ ngiler di kasur aku, malah marah – marah gitu, makan juga tau. Aku perhatikan wajahnya, aku sepertinya mengenal dia, dia temennya Rizky, yang dulu aku Tanya terus dimana busnya Rizky.
            “Kamu kenapa semalem hujan – hujan, jalan kaki? Mau tes kekebalan tubuh ya?”Tanya dia. “Gila, yang mau tes siapa sih, kamu nggak tau apa, aku abis putus sama Rizky, malah kamu bilang gitu.”Jawabku,
            “Eh..kamu putus sama Rizky?”Tanya dia terkejut, aku mengangguk pelan, “Sorry aku nggak ngerti.”Katanya, aku menceritakan semua pada mas itu. Entah kenapa aku sangat percaya dengan dia.
            “Memang Rizky, udah punya pacar mbak. Dia itu udah, nyakitin perempuan banyak banget. Aku sebenarnya, ngelihat mbak berjuang sangat berat itu, sangat kasian. Yang sabar ya.”Katanya,aku hanya mengangguk saja.
            “Mbak, emang percaya sama saya, kenapa mbak ceritakan semua, tentang hubungan kalian ke saya?”Kata dia.
            “Aku nggak apa – apa, aku percaya sangat sama mas.”kataku. perlahan terdengar suara pintu kamar terbuka, Bang Affan masuk ke kamarku, terlihat dari gurat wajahnya terlihat agak sedikit lega.
            “Kamu tuh, buat abang khawatir banget sih Gita, untung ada mas ini yang nolong kamu, kalau nggak ada bisa jadi apa kamu?.”Kata Bang Affan. Aku menunduk menyesal, apa yang aku lakukan ternyata benar – benar salah, dan menyusahkan Bang Affan.
            “Oh..ya nama mas siapa ?”Tanyaku, “Allan.”Jawabnya, namanya bagus cukup sederhana, aku merasa sangat tenang bersama dia. Entah hari ini lewat begitu saja, bersama Allan.
@
            Sudah seminggu, aku menahan rasa sakit sendirian, Demi Tuhan aku nggak ngerti apa yang harus aku lakukan, aku putuskan untuk menetap di kota orang, karena aku ingin melupakan Rizky, dan Mas Allan. Oh..ya kemarin aku sempat, suka dan nembak Mas Allan, eh malah dia udah punya istri, yah Tuhan..gini amat nasib aku, aku kan juga pengen punya keluarga cemara sendiri, aiiizzzhhh bukan keluarga bahagia maksudnya.
            Aku hari ini, sedang berada disebuah taman kota, aku sengaja meliburkan diri aku sendiri, untuk menyendiri.
            “Pagi yang cerah”Kata seorang cowok, dengan suara cemprengnya. Aku menoleh kearah cowok yang, tiba – tiba berada disampingku. “Iya secerah dompet, yang baru aja gajian.”Jawabku ngocol, “Ternyata kita ketemu lagi ya.”Tambahnya lagi, hah ketemu lagi emangnya udah pernah ketemu ya?.
            “Kamu ingat nggak, waktu maghrib – maghrib, minta diantar seorang cowok, buat mengejar sebuah bus.”Katanya lagi, aku ingat iya, memang momen satu itu, membuat aku tersenyum sendiri.
            “Iya aku ingat, emang kamu tau darimana?”Tanyaku lagi penasaran, “Seseorang yang kamu suruh buat ngebut itu, adalah aku.”Katanya, Astaga ternyata Mas ini adalah, mas yang tempo lalu itu. “Waah mas, makasih loh, aku udah diingatkan, dan makasih masnya udah mau anterin aku dengan suka rela.”Kataku.
            “Sama – sama, aku rela, kalau hal kemarin terjadi lagi, kamu minta diantar keluar angkasapun aku bakal, anterin kamu. Karena kamu adalah, sang putri cantik berhati mulia, dan jika aku jadi pangerannya, aku nggak bakal menyia – nyiakan kamu.”Katanya, aku tersipu malu, demi Tuhan, saat yang tepat mas ini datang, memberi rayuan gombal.
            “Aku Ahmad.”Katanya mengulurkan tangan kanannya. Aku menerima uluran tangan kanannya, Semoga dia bisa mengobati lukaku yang lumayan sakit ini. Tuhan jangan biarkan dia pergi dari hati aku, aku jatuh cinta lagi Tuhan. Sama dia, Mas Ahmad. Semoga dia adalah akhir dari petualangan cintaku, amin.
@
Tamat

Minggu, 01 Juni 2014



Yang Terlewatkan
            Mobil Honda Jazz milikku, membelah derasnya hujan hari ini, air mataku seakan sedang lomba balapan dengan hujan, saat mobilku berhenti di perempatan STM. Tempat dimana, aku dan Umar (mantan pacar aku) sering mangkal, alias nunggu angkutan umum saat pulang sekolah, dan hal ini terjadi 5 tahun yang lalu, dan aku masih ingat semua dengan jelas, bahkan sangat jelas.
            Otakku merekam, kejadian 5 tahun yang lalu, saat aku sengaja memutuskan Umar, bukan karena apa – apa, hanya saja aku, akan meninggalkan dia ke luar negeri untuk kembali melanjutkan sekolah, untuk menjadi Dokter. Sebenarnya aku masih sayang sama Umar, hanya saja aku putuskan dia, hanya nyari alasan aja,benar – benar ngrasa konyol. Apa kabar ya Umar sekarang, aku jadi kangen sama dia sekarang.
            “Mbak Ne, kita langsung pulang?”Tanya Pak Rahmat, yang dari tadi ada didepan sedang mengemudikan mobil. “Iya Pak, emang mau kemana lagi, lagian juga lagi hujan, males mau kemana – mana.”Jawabku sambil mengusap air mataku. “….lagian aku juga capek banget pak, seharian duduk dipesawat.”Kataku melamjutkan lagi.
            kalau udah bilang gitu, Pak Rahmat udah nggak berani mau ngomong lagi. Aku kembali memandang suasana kota kecilku yang sama sekali belum atau bahkan tidak ada yang berubah. Sampai kapanpun aku tetap, sayang dengan kotaku ini, bahkan sampai aku telah tiada.
            Hujan semakin deras, dan laju mobil yang dikendarai Pak Rahmat juga semakin kencang. Aku ingin cepat sampai rumah, pengen cepat tidur, karena di pesawat juga nggak bias tidur.
@
            Hoooaaa!!!! Rasanya benar – benar seger lagi, entah berapa lama aku tertidur dikamar, bangun – bangun udah main malam lagi, Besok adalah hari pertama aku praktek menjadi Dokter Umum, di sebuah Desa yang kebetulan nggak jauh – jauh dengan rumahku.
            Aku bangkit dari tempat tidurku, dan perlahan keluar dari zona nyenyakku, dan dengan rasa tak sabar, aku menuruni anak tangga satu persatu. Semua masih sama seperti lima tahun yang lalu. Ayah dan Bunda yang tak pernah berubah menjadi tua. Dan Abang Romi yang tiap hari, makin jelek aja, uuupss!! Terlalu bersemangat.
            “Morning guys!!!”Sapaku pada mereka, saat berada disamping mereka. “Morning gundulmu itu, ini mah malam, kebanyakan kumpul ama orang gila, ya begini akibatnya”Kata Bang Romi, “Romi, nggak boleh bilang gitu sama adiknya, nggak baik tau.”Kata Bunda membelaku, yeeesss!!! Dimana – mana bunda, memang selalu menjadi teman anaknya.
            “Mandi gih sana!!”Kata Bang Romi, saat aku duduk disampingnya. “Males ah disini dingin banget.”Kataku.
            “Jangan – jangan kalau, kamu di Malaysia juga nggak pernah mandi ya?”Tebak Bang Romi, “Hehehe, iya kalau kuliah mungkin Cuma, pake collonge yang banyak, terus cuci muka, abis itu berangkat deh.”Kataku, emang nyatanya begitu.
            “Ada – ada aja, Dokter yang jarang mandi, didunia ya Cuma Neva doang tuh, lainnya nggak ada.”Kata Ayah sambil tidak beralih dari Koran Sorenya. “Kamu masih ingat sama mantan kamu yang, namanya Umar itu?”Tanya Bang Romi secara tiba – tiba, rasa hati tiba – tiba berubah menjadi sedih.
            “Iya, emang kenapa Bang?”Tanyaku penasaran. “Nggak apa, Cuma Tanya aja, barang kali kamu lupa sama dia.”Kata Bang Romi.
            “By The Way, Anyway, Bus Kota. Kalian berdua sebenarnya cocok banget loh, eh tapi Neva malah minta putus, jadi ya sayang sekali.”Tambah Bunda, “Kalau Neva, jodah sama Umar, ya pasti balik lagi deh, percaya sama Ne.”Kataku meyakinkan mereka. Mereka hanya manggut – manggut saja.
@
            Hari pertama jadi Dokter tuh, seperti penyanyi yang baru pertama kali manggung. Jadi nervousnya nggak ketulungan, “Iyaaa!!!! Pasien terakhir!!!”Suaraku yang mengalahkan halilintar, menggema diruang praktekku. Masuklah sepasang suami istri, yang membuatku terperanjat. Terlihat sang wanita, sedang hamil tua.
            “Umar!!”Kataku setengah memekik, Umarpun tak kalah terkejutnya denganku. “Jadi kalian berdua, sudah saling kenal?”Tanya Wanita yang berada di sisi Umar, yang tak lain adalah istrinya. “Iii….Iya, kita teman SMA, ya kan Mar?”Kataku, sambil tersenyum paksa.
            “Iya, kita memang teman SMA, nggak nyangka juga, dia bisa jadi dokter, padahal Matematika aja, nggak bisa.”Kata Umar, aku tau dia hanya menyairkan suasana yang beku. “Perkenalkan ini, istri aku Nev.”kata Umar, dengan bergetar aku mengangkat tangan kananku, Ya Tuhan, apa yang salah denganku hari ini, aku seperti orang gagap yang tak bisa bicara.
            Wanita itu menyambut tanganku. “Sepertinya, kita langsung mulai saja, pemriksaannya”Kataku, biar aku bisa cepat pulang, dan mengharu biru dikamarku.
@
            Aku nggak langsung pulang, aku mampir dulu ke green café, tempat biasanya aku dan sahabatku kumpul, dengan Umar juga, aku sering kesini.
            Mungkin rasa sedih, sedang menggelayut dihatiku, sampai membuatku terdiam tanpa senyuman sedari tadi. Heh gara – gara Umar, merubah semua mood hari pertamaku jadi dokter.
            “Neva!!”Sebuah suara, membuatku sangat terkejut, aku sangat mengenal suara itu, tapi aku lupa suara siapakah itu. Aku menoleh, mencari sumber suara itu, ternyata sahabat aku Alona.
            “Lona!!”Pekikku ketika aku, melihat Alona, pelukan spontan, langsung terjadi. Untung kita sama – sama muhrim, kalau nggak ya bahaya. Aku dan Alona, berpelukan sambil jingkrak – jingkrak, kayak orang yang baru aja gila, terus ketemu saudaranya.
            Aksi kami berdua, menjadi tontonan se isi café. Namanya juga sahabat lama nggak ketemu ya begini jadinya. “Ya ampun, 5 tahun di Malaysia, kamu makin cantik aja!”Kata Alona. Nih manusia satu, bisa aja sih ah.
            “Kamu juga, 5 tahun nggak ketemu, makin jelek aja.”Kataku, langsung saja deh tuh anak merengut kayak bayi babi. “kamu tuh nggak berubah ya cyiin.”katanya, ya beginilah aku, selamanya akan tetap jadi Neva yang dulu, waktu SMK, SMP, SD, TK, dan bahkan Playgroup juga bisa. Eh jaman aku kecil belum ada Play group, hohohoho.
            “Kapan pulang dari Malaysia?”Tanya Lona, “Kemarin sih, terus langsung praktek.”Jawabku.
            Aku menceritakan hal tadi sore, yang aku alami, kalau aku ketemu sama mantan aku yang masih aku rindukan tapi, ternyata dia malah ninggalin aku begitu saja, dan menikah sama orang lain.
            “Emang sih Umar, udah nikah. Bang Romi juga datang lhoh pas nikahannya dia”cerita Lona. Dheghh!! Ternyata Bang Romi, juga datang, tapi kenapa dia nggak cerita sama aku kalau dia tau Umar udah nikah. Air mataku bentar lagi akan meledak, tapi sekuat hati aku mencoba, menahannya,
            “Aku pulang dulu ya Lona, jangan lupa kapan – kapan main ke rumah, atau kamu main ke tempat praktek aku.”Kataku sambil, bersiap untuk pulang. “Baik Bu Dokter”. Pujian Lona, membuat kedua pipiku terasa merah. Aku berlalu meninggalkan Alona, yang duduk sendirian.
@
            “Kenapa sih abang, nggak ngomong dulu sama Neva, kalau Umar udah nikah, padahal sebenarnya Neva pengen banget ajak dia balikan!!”Kataku sambil marah – marah.
            “Kenapa abang nggak ngomong sama kamu, karena abang tau kamu masih mengharap dia, kamu masih cinta sama dia, abang mana yang tega melihat adik kesayangannya hancur. Sekarang kamu tau kan, rasanya bagaimana sakit hati? Hal yang sama dirasakan dengan Umar, tapi kamu malah begitu.”Kata Bang Romi.
            Apa yang aku lakukan? Aku hanya terduduk, tak berdaya. Aku telah melewatkan satu orang yang sangat berarti buat aku, dulu aku hanya buat Umar sebagai bahan butuh saja, dan giliran aku sekarang benar – benar cinta, dia udah tinggalin perasaan aku begitu saja.
@
            Ahh rasanya aku jadi, malas ngapa – ngapain, jangankan buat berangkat praktek, keluar kamarpun aku malas. Tapi masa’ Dokter begini, malu – maluin banget, ya jadi apapun keadaannya, aku harus tetap berangkat praktek, aku tetap marah dengan Bang Romi, karena udah salah dengan aku, dasar jahat.
            Aku turun, menuju ruang makan. Aku sangat mengerti, dengan kebiasaan keluargaku, tepat jam 7 pagi, pasti sarapan. Dengan wajah, ala kadarnya aku menghampiri mereka, untuk berpamitan kerja.
            “Neva berangkat dulu”Kataku, dengan lemas mencium tangan mereka, “Nggak sarapan dulu saying?”Tanya Bunda, aku menggeleng kepala, “Abang anterin kamu ya”Tawar Bang Romi, “Nggak usah, Neva bisa berangkat sendiri.”Kataku ketus, dan kemudian berlalu meninggalkan mereka.
            “adik kamu kenapa sih?kenapa tiba – tiba jadi ketus begitu sama kamu?”Tanya Ayah, yang heran dengan tingkah lakuku. Bang Romi menceritakan apa yang terjadi semalam, aku memang marah dengan Bang Romi, semarah – marahnya dengan dia.
@
            Umar sedang berada di klinik aku, dia Cuma maen ajalah nggak ngapa – ngapain, tapi hati aku nyesek sekarang ini, karena ada dia. Kenapa? Antara sedih dan kecewa bercampur jadi satu dalam hati. Sebenarnya aku seneng banget, bisa ketemu sama Umar, tapi yang buat aku sedih dan kecewa. Dia sudah punya istri, rasanya bodoh banget ya, melewatkan orang yang sangat mencintai aku begitu besarnya, dan aku dengan mudahnya membuang dia begitu saja.
            “Kamu tambah cantik aja, setelah 5 tahun kita nggak ketemu”Kata Umar merayuku, aku seperti sedang terbang kemudian, gubragh!! Terjatuh dan sadar kalau Umar udah punya istri. “Makasih atas pujian kamu”Kataku, Setelah berbasa – basi kemana kemari, bertanya so’al kabar dan yang lainnya, dia membuatku tercenung dengan kata – katanya. “Mau nggak kamu, balikan lagi sama aku? Kamu tau nggak, aku masih cinta sama kamu Ne”Kata Umar, yang membuatku bener – bener haaah!!!
            Aduhh sebenarnya aku, pengen banget buat bilang iya, tapi aku tau posisi dia sekarang yang udah nggak single lagi, dan bentar lagi dia akan menjadi seorang ayah, apa iya aku berani melakukan itu, menyakiti hati yang sama – sama dengan seorang wanita?.
            Sebelum menjawab asistenku, masuk ke ruanganku dengan tiba – tiba. “Bu Dokter, ada pasien yang harus segera ditangani kalau tidak nanti bisa semakin parah.”katanya dengan perasaan dan wajah panik, aaah ternyata Tuhan sangat mengerti aku, hingga menyelamatkan aku dari pertanyaan ini.
            “Umar kamu pulang dulu ya, aku mau nanganin pasien dulu, okeh..”Kataku langsung menyambar seragam putihku yang berada di kursi kemudian meninggalkan Umar begitu saja, tanpa permisi.
@
            Aku sendirian dikamar, menghadap jendela yang langsung menyuguhkan pemandangan ke bukit pada senja hari yang sangat memanjakan mata. Aku dan Bang Romi kalau sedang iseng dulu, suka mendaki dan membuat tenda diatas bukit dan menginap disana. Itu yang membuat aku rindu, saat aku berada di Malaysia.
            Air mataku, tanpa sengaja menetes tanpa aku sadari. Semakin lama semakin deras sehingga membuat aku, sesenggukkan.
            “Nih”Sebuah tangan menjulurkan tissue, dan mengarahkannya padaku, aku menoleh, eeh ternyata Bang Romi. Dengan sikap cuek, aku menyambar tissue dan mengusapkan ke mataku yang sembab. “Udahlah Ne nggak, usah terlalu ditangisi, abang tau kalau kamu emang sangat ngebutuhin Umar, dan sangat sayang dengan dia, tapi kamu harus paham kalau Umar memang, sudah tidak sendiri lagi.”kata Bang Romi.
            Aku masih saja terdiam, dan tak tau mau berkata apalagi dengan Bang Romi. Bang Romi memutuskan untuk segera meninggalkan aku yang sendirian di kamar. Saat Bang Romi akan pergi meninggalkan aku, aku memegang tangannya dan menahannya. “Aku menyesal udah, melewatkan seseorang yang begitu mencintaiku apa adanya. Tapi sekarang kenapa aku sangat sakit.”Kataku, Bang Romi menoleh.
            “Ne, Tuhan maha adil, 5 tahun yang lalu, Umar merasakannya, dan memilih untuk menikah, hal itu yang membuat dia, ingin melupakanmu selamanya, dan mungkin Tuhan ingin memberitahukan ke kamu, begini yang dirasakan Umar.”Kata Bang Romi, aku kemudian langsung memeluk abangku satu – satunya itu, kemudian melepaskan semua tangisanku itu, di pundak abangku itu.
            “Jika aku tau, kalau rasanya seperti ini, aku tak akan pernah melakukannya kak Demi Tuhan sangat sakit.”Kataku disela – sela tangisanku. Bang Romi hanya mengusap punggungku untuk menguatkan aku.
            “Dia menawari aku, apa aku mau balikan lagi sama dia? Apa yang harus aku lakukan kak?”Kataku meminta saran dari Bang Romi.
            “Jawabannya ada di kamu, di hati kecil kamu”Jawabnya pendek. Aku sangat mengerti apa yang dikatakan dengan Bang Romi, dengan jawaban itu. Okeh aku sudah tau jawaban apa yang akan aku katakan pada Umar. Dan aku udah sangat mantap untuk mengatakannya.
@
            Aku hari ini libur, dan mengajak Umar untuk bertemu di Green Café, aku udah berjanji akan menjawab pertanyaannya kemarin. Udah sekitar 2 menit aku dan dia terdiam, aku berharap dia akan mau menerima pernayataanku ini.
            “Bagaimana dengan jawaban yang kemarin Ne?”Tanya Umar. Aku menghela nafas panjang, kemudian aku menghembuskannya. “Okeh aku bakalan jawab, aku nggak bisa menerima kamu lagi, karena aku nggak bisa menyakiti seorang wanita lain, siapapun itu.”Kataku dengan mantap.
            “Tapi Ne?”Umar kembali meyakinkan aku, “Umar udahlah, anggap saja aku adalah masa lalu kamu, jangan ganggu hidup baru aku lagi. Aku akan pergi, semoga kamu bahagia mar”Kataku kemudian berlalu meninggalkan Umar.
            Okeh aku bisa melenggang dengan bangga, udah bisa tegas dengan hati aku, tak ada perasaan sedih ataupun kecewa, saat aku kembali menegaskan hatiku lagi. Hari ini aku akan menjadi seorang Neva yang baru, Dokter Neva yang tegas dengan perasaannya, aku sangat yakin Tuhan akan berikan yang terbaik setelah Umar.
@
Tamat

           


Kriteria            : Umum