Yang Terlewatkan
Mobil
Honda Jazz milikku, membelah derasnya hujan hari ini, air mataku seakan sedang
lomba balapan dengan hujan, saat mobilku berhenti di perempatan STM. Tempat
dimana, aku dan Umar (mantan pacar aku) sering mangkal, alias nunggu angkutan
umum saat pulang sekolah, dan hal ini terjadi 5 tahun yang lalu, dan aku masih
ingat semua dengan jelas, bahkan sangat jelas.
Otakku
merekam, kejadian 5 tahun yang lalu, saat aku sengaja memutuskan Umar, bukan
karena apa – apa, hanya saja aku, akan meninggalkan dia ke luar negeri untuk
kembali melanjutkan sekolah, untuk menjadi Dokter. Sebenarnya aku masih sayang
sama Umar, hanya saja aku putuskan dia, hanya nyari alasan aja,benar – benar
ngrasa konyol. Apa kabar ya Umar sekarang, aku jadi kangen sama dia sekarang.
“Mbak
Ne, kita langsung pulang?”Tanya Pak Rahmat, yang dari tadi ada didepan sedang
mengemudikan mobil. “Iya Pak, emang mau kemana lagi, lagian juga lagi hujan,
males mau kemana – mana.”Jawabku sambil mengusap air mataku. “….lagian aku juga
capek banget pak, seharian duduk dipesawat.”Kataku melamjutkan lagi.
kalau
udah bilang gitu, Pak Rahmat udah nggak berani mau ngomong lagi. Aku kembali
memandang suasana kota kecilku yang sama sekali belum atau bahkan tidak ada
yang berubah. Sampai kapanpun aku tetap, sayang dengan kotaku ini, bahkan
sampai aku telah tiada.
Hujan
semakin deras, dan laju mobil yang dikendarai Pak Rahmat juga semakin kencang.
Aku ingin cepat sampai rumah, pengen cepat tidur, karena di pesawat juga nggak
bias tidur.
@
Hoooaaa!!!!
Rasanya benar – benar seger lagi, entah berapa lama aku tertidur dikamar,
bangun – bangun udah main malam lagi, Besok adalah hari pertama aku praktek
menjadi Dokter Umum, di sebuah Desa yang kebetulan nggak jauh – jauh dengan
rumahku.
Aku
bangkit dari tempat tidurku, dan perlahan keluar dari zona nyenyakku, dan
dengan rasa tak sabar, aku menuruni anak tangga satu persatu. Semua masih sama
seperti lima tahun yang lalu. Ayah dan Bunda yang tak pernah berubah menjadi
tua. Dan Abang Romi yang tiap hari, makin jelek aja, uuupss!! Terlalu
bersemangat.
“Morning
guys!!!”Sapaku pada mereka, saat berada disamping mereka. “Morning gundulmu
itu, ini mah malam, kebanyakan kumpul ama orang gila, ya begini akibatnya”Kata
Bang Romi, “Romi, nggak boleh bilang gitu sama adiknya, nggak baik tau.”Kata
Bunda membelaku, yeeesss!!! Dimana – mana bunda, memang selalu menjadi teman
anaknya.
“Mandi
gih sana!!”Kata Bang Romi, saat aku duduk disampingnya. “Males ah disini dingin
banget.”Kataku.
“Jangan
– jangan kalau, kamu di Malaysia juga nggak pernah mandi ya?”Tebak Bang Romi,
“Hehehe, iya kalau kuliah mungkin Cuma, pake collonge yang banyak, terus cuci
muka, abis itu berangkat deh.”Kataku, emang nyatanya begitu.
“Ada
– ada aja, Dokter yang jarang mandi, didunia ya Cuma Neva doang tuh, lainnya
nggak ada.”Kata Ayah sambil tidak beralih dari Koran Sorenya. “Kamu masih ingat
sama mantan kamu yang, namanya Umar itu?”Tanya Bang Romi secara tiba – tiba,
rasa hati tiba – tiba berubah menjadi sedih.
“Iya,
emang kenapa Bang?”Tanyaku penasaran. “Nggak apa, Cuma Tanya aja, barang kali
kamu lupa sama dia.”Kata Bang Romi.
“By
The Way, Anyway, Bus Kota. Kalian berdua sebenarnya cocok banget loh, eh tapi
Neva malah minta putus, jadi ya sayang sekali.”Tambah Bunda, “Kalau Neva, jodah
sama Umar, ya pasti balik lagi deh, percaya sama Ne.”Kataku meyakinkan mereka.
Mereka hanya manggut – manggut saja.
@
Hari
pertama jadi Dokter tuh, seperti penyanyi yang baru pertama kali manggung. Jadi
nervousnya nggak ketulungan, “Iyaaa!!!! Pasien terakhir!!!”Suaraku yang
mengalahkan halilintar, menggema diruang praktekku. Masuklah sepasang suami
istri, yang membuatku terperanjat. Terlihat sang wanita, sedang hamil tua.
“Umar!!”Kataku
setengah memekik, Umarpun tak kalah terkejutnya denganku. “Jadi kalian berdua,
sudah saling kenal?”Tanya Wanita yang berada di sisi Umar, yang tak lain adalah
istrinya. “Iii….Iya, kita teman SMA, ya kan Mar?”Kataku, sambil tersenyum
paksa.
“Iya,
kita memang teman SMA, nggak nyangka juga, dia bisa jadi dokter, padahal Matematika
aja, nggak bisa.”Kata Umar, aku tau dia hanya menyairkan suasana yang beku.
“Perkenalkan ini, istri aku Nev.”kata Umar, dengan bergetar aku mengangkat
tangan kananku, Ya Tuhan, apa yang salah denganku hari ini, aku seperti orang
gagap yang tak bisa bicara.
Wanita
itu menyambut tanganku. “Sepertinya, kita langsung mulai saja,
pemriksaannya”Kataku, biar aku bisa cepat pulang, dan mengharu biru dikamarku.
@
Aku
nggak langsung pulang, aku mampir dulu ke green café, tempat biasanya aku dan
sahabatku kumpul, dengan Umar juga, aku sering kesini.
Mungkin
rasa sedih, sedang menggelayut dihatiku, sampai membuatku terdiam tanpa
senyuman sedari tadi. Heh gara – gara Umar, merubah semua mood hari pertamaku
jadi dokter.
“Neva!!”Sebuah
suara, membuatku sangat terkejut, aku sangat mengenal suara itu, tapi aku lupa
suara siapakah itu. Aku menoleh, mencari sumber suara itu, ternyata sahabat aku
Alona.
“Lona!!”Pekikku
ketika aku, melihat Alona, pelukan spontan, langsung terjadi. Untung kita sama
– sama muhrim, kalau nggak ya bahaya. Aku dan Alona, berpelukan sambil jingkrak
– jingkrak, kayak orang yang baru aja gila, terus ketemu saudaranya.
Aksi
kami berdua, menjadi tontonan se isi café. Namanya juga sahabat lama nggak
ketemu ya begini jadinya. “Ya ampun, 5 tahun di Malaysia, kamu makin cantik
aja!”Kata Alona. Nih manusia satu, bisa aja sih ah.
“Kamu
juga, 5 tahun nggak ketemu, makin jelek aja.”Kataku, langsung saja deh tuh anak
merengut kayak bayi babi. “kamu tuh nggak berubah ya cyiin.”katanya, ya
beginilah aku, selamanya akan tetap jadi Neva yang dulu, waktu SMK, SMP, SD,
TK, dan bahkan Playgroup juga bisa. Eh jaman aku kecil belum ada Play group,
hohohoho.
“Kapan
pulang dari Malaysia?”Tanya Lona, “Kemarin sih, terus langsung
praktek.”Jawabku.
Aku
menceritakan hal tadi sore, yang aku alami, kalau aku ketemu sama mantan aku
yang masih aku rindukan tapi, ternyata dia malah ninggalin aku begitu saja, dan
menikah sama orang lain.
“Emang
sih Umar, udah nikah. Bang Romi juga datang lhoh pas nikahannya dia”cerita Lona.
Dheghh!! Ternyata Bang Romi, juga datang, tapi kenapa dia nggak cerita sama aku
kalau dia tau Umar udah nikah. Air mataku bentar lagi akan meledak, tapi sekuat
hati aku mencoba, menahannya,
“Aku
pulang dulu ya Lona, jangan lupa kapan – kapan main ke rumah, atau kamu main ke
tempat praktek aku.”Kataku sambil, bersiap untuk pulang. “Baik Bu Dokter”.
Pujian Lona, membuat kedua pipiku terasa merah. Aku berlalu meninggalkan Alona,
yang duduk sendirian.
@
“Kenapa
sih abang, nggak ngomong dulu sama Neva, kalau Umar udah nikah, padahal
sebenarnya Neva pengen banget ajak dia balikan!!”Kataku sambil marah – marah.
“Kenapa
abang nggak ngomong sama kamu, karena abang tau kamu masih mengharap dia, kamu
masih cinta sama dia, abang mana yang tega melihat adik kesayangannya hancur.
Sekarang kamu tau kan, rasanya bagaimana sakit hati? Hal yang sama dirasakan
dengan Umar, tapi kamu malah begitu.”Kata Bang Romi.
Apa
yang aku lakukan? Aku hanya terduduk, tak berdaya. Aku telah melewatkan satu
orang yang sangat berarti buat aku, dulu aku hanya buat Umar sebagai bahan
butuh saja, dan giliran aku sekarang benar – benar cinta, dia udah tinggalin
perasaan aku begitu saja.
@
Ahh
rasanya aku jadi, malas ngapa – ngapain, jangankan buat berangkat praktek,
keluar kamarpun aku malas. Tapi masa’ Dokter begini, malu – maluin banget, ya
jadi apapun keadaannya, aku harus tetap berangkat praktek, aku tetap marah
dengan Bang Romi, karena udah salah dengan aku, dasar jahat.
Aku
turun, menuju ruang makan. Aku sangat mengerti, dengan kebiasaan keluargaku,
tepat jam 7 pagi, pasti sarapan. Dengan wajah, ala kadarnya aku menghampiri
mereka, untuk berpamitan kerja.
“Neva
berangkat dulu”Kataku, dengan lemas mencium tangan mereka, “Nggak sarapan dulu
saying?”Tanya Bunda, aku menggeleng kepala, “Abang anterin kamu ya”Tawar Bang
Romi, “Nggak usah, Neva bisa berangkat sendiri.”Kataku ketus, dan kemudian
berlalu meninggalkan mereka.
“adik
kamu kenapa sih?kenapa tiba – tiba jadi ketus begitu sama kamu?”Tanya Ayah,
yang heran dengan tingkah lakuku. Bang Romi menceritakan apa yang terjadi
semalam, aku memang marah dengan Bang Romi, semarah – marahnya dengan dia.
@
Umar
sedang berada di klinik aku, dia Cuma maen ajalah nggak ngapa – ngapain, tapi
hati aku nyesek sekarang ini, karena ada dia. Kenapa? Antara sedih dan kecewa
bercampur jadi satu dalam hati. Sebenarnya aku seneng banget, bisa ketemu sama
Umar, tapi yang buat aku sedih dan kecewa. Dia sudah punya istri, rasanya bodoh
banget ya, melewatkan orang yang sangat mencintai aku begitu besarnya, dan aku
dengan mudahnya membuang dia begitu saja.
“Kamu
tambah cantik aja, setelah 5 tahun kita nggak ketemu”Kata Umar merayuku, aku
seperti sedang terbang kemudian, gubragh!! Terjatuh dan sadar kalau Umar udah
punya istri. “Makasih atas pujian kamu”Kataku, Setelah berbasa – basi kemana
kemari, bertanya so’al kabar dan yang lainnya, dia membuatku tercenung dengan kata
– katanya. “Mau nggak kamu, balikan lagi sama aku? Kamu tau nggak, aku masih
cinta sama kamu Ne”Kata Umar, yang membuatku bener – bener haaah!!!
Aduhh
sebenarnya aku, pengen banget buat bilang iya, tapi aku tau posisi dia sekarang
yang udah nggak single lagi, dan bentar lagi dia akan menjadi seorang ayah, apa
iya aku berani melakukan itu, menyakiti hati yang sama – sama dengan seorang
wanita?.
Sebelum
menjawab asistenku, masuk ke ruanganku dengan tiba – tiba. “Bu Dokter, ada
pasien yang harus segera ditangani kalau tidak nanti bisa semakin parah.”katanya
dengan perasaan dan wajah panik, aaah ternyata Tuhan sangat mengerti aku,
hingga menyelamatkan aku dari pertanyaan ini.
“Umar
kamu pulang dulu ya, aku mau nanganin pasien dulu, okeh..”Kataku langsung
menyambar seragam putihku yang berada di kursi kemudian meninggalkan Umar
begitu saja, tanpa permisi.
@
Aku
sendirian dikamar, menghadap jendela yang langsung menyuguhkan pemandangan ke
bukit pada senja hari yang sangat memanjakan mata. Aku dan Bang Romi kalau
sedang iseng dulu, suka mendaki dan membuat tenda diatas bukit dan menginap
disana. Itu yang membuat aku rindu, saat aku berada di Malaysia.
Air
mataku, tanpa sengaja menetes tanpa aku sadari. Semakin lama semakin deras
sehingga membuat aku, sesenggukkan.
“Nih”Sebuah
tangan menjulurkan tissue, dan mengarahkannya padaku, aku menoleh, eeh ternyata
Bang Romi. Dengan sikap cuek, aku menyambar tissue dan mengusapkan ke mataku
yang sembab. “Udahlah Ne nggak, usah terlalu ditangisi, abang tau kalau kamu
emang sangat ngebutuhin Umar, dan sangat sayang dengan dia, tapi kamu harus
paham kalau Umar memang, sudah tidak sendiri lagi.”kata Bang Romi.
Aku
masih saja terdiam, dan tak tau mau berkata apalagi dengan Bang Romi. Bang Romi
memutuskan untuk segera meninggalkan aku yang sendirian di kamar. Saat Bang
Romi akan pergi meninggalkan aku, aku memegang tangannya dan menahannya. “Aku
menyesal udah, melewatkan seseorang yang begitu mencintaiku apa adanya. Tapi
sekarang kenapa aku sangat sakit.”Kataku, Bang Romi menoleh.
“Ne,
Tuhan maha adil, 5 tahun yang lalu, Umar merasakannya, dan memilih untuk
menikah, hal itu yang membuat dia, ingin melupakanmu selamanya, dan mungkin
Tuhan ingin memberitahukan ke kamu, begini yang dirasakan Umar.”Kata Bang Romi,
aku kemudian langsung memeluk abangku satu – satunya itu, kemudian melepaskan
semua tangisanku itu, di pundak abangku itu.
“Jika
aku tau, kalau rasanya seperti ini, aku tak akan pernah melakukannya kak Demi
Tuhan sangat sakit.”Kataku disela – sela tangisanku. Bang Romi hanya mengusap
punggungku untuk menguatkan aku.
“Dia
menawari aku, apa aku mau balikan lagi sama dia? Apa yang harus aku lakukan
kak?”Kataku meminta saran dari Bang Romi.
“Jawabannya
ada di kamu, di hati kecil kamu”Jawabnya pendek. Aku sangat mengerti apa yang
dikatakan dengan Bang Romi, dengan jawaban itu. Okeh aku sudah tau jawaban apa
yang akan aku katakan pada Umar. Dan aku udah sangat mantap untuk
mengatakannya.
@
Aku
hari ini libur, dan mengajak Umar untuk bertemu di Green Café, aku udah
berjanji akan menjawab pertanyaannya kemarin. Udah sekitar 2 menit aku dan dia
terdiam, aku berharap dia akan mau menerima pernayataanku ini.
“Bagaimana
dengan jawaban yang kemarin Ne?”Tanya Umar. Aku menghela nafas panjang,
kemudian aku menghembuskannya. “Okeh aku bakalan jawab, aku nggak bisa menerima
kamu lagi, karena aku nggak bisa menyakiti seorang wanita lain, siapapun
itu.”Kataku dengan mantap.
“Tapi
Ne?”Umar kembali meyakinkan aku, “Umar udahlah, anggap saja aku adalah masa
lalu kamu, jangan ganggu hidup baru aku lagi. Aku akan pergi, semoga kamu
bahagia mar”Kataku kemudian berlalu meninggalkan Umar.
Okeh
aku bisa melenggang dengan bangga, udah bisa tegas dengan hati aku, tak ada
perasaan sedih ataupun kecewa, saat aku kembali menegaskan hatiku lagi. Hari
ini aku akan menjadi seorang Neva yang baru, Dokter Neva yang tegas dengan
perasaannya, aku sangat yakin Tuhan akan berikan yang terbaik setelah Umar.
@
Tamat
Kriteria :
Umum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar