Minggu, 01 Juni 2014



Yang Terlewatkan
            Mobil Honda Jazz milikku, membelah derasnya hujan hari ini, air mataku seakan sedang lomba balapan dengan hujan, saat mobilku berhenti di perempatan STM. Tempat dimana, aku dan Umar (mantan pacar aku) sering mangkal, alias nunggu angkutan umum saat pulang sekolah, dan hal ini terjadi 5 tahun yang lalu, dan aku masih ingat semua dengan jelas, bahkan sangat jelas.
            Otakku merekam, kejadian 5 tahun yang lalu, saat aku sengaja memutuskan Umar, bukan karena apa – apa, hanya saja aku, akan meninggalkan dia ke luar negeri untuk kembali melanjutkan sekolah, untuk menjadi Dokter. Sebenarnya aku masih sayang sama Umar, hanya saja aku putuskan dia, hanya nyari alasan aja,benar – benar ngrasa konyol. Apa kabar ya Umar sekarang, aku jadi kangen sama dia sekarang.
            “Mbak Ne, kita langsung pulang?”Tanya Pak Rahmat, yang dari tadi ada didepan sedang mengemudikan mobil. “Iya Pak, emang mau kemana lagi, lagian juga lagi hujan, males mau kemana – mana.”Jawabku sambil mengusap air mataku. “….lagian aku juga capek banget pak, seharian duduk dipesawat.”Kataku melamjutkan lagi.
            kalau udah bilang gitu, Pak Rahmat udah nggak berani mau ngomong lagi. Aku kembali memandang suasana kota kecilku yang sama sekali belum atau bahkan tidak ada yang berubah. Sampai kapanpun aku tetap, sayang dengan kotaku ini, bahkan sampai aku telah tiada.
            Hujan semakin deras, dan laju mobil yang dikendarai Pak Rahmat juga semakin kencang. Aku ingin cepat sampai rumah, pengen cepat tidur, karena di pesawat juga nggak bias tidur.
@
            Hoooaaa!!!! Rasanya benar – benar seger lagi, entah berapa lama aku tertidur dikamar, bangun – bangun udah main malam lagi, Besok adalah hari pertama aku praktek menjadi Dokter Umum, di sebuah Desa yang kebetulan nggak jauh – jauh dengan rumahku.
            Aku bangkit dari tempat tidurku, dan perlahan keluar dari zona nyenyakku, dan dengan rasa tak sabar, aku menuruni anak tangga satu persatu. Semua masih sama seperti lima tahun yang lalu. Ayah dan Bunda yang tak pernah berubah menjadi tua. Dan Abang Romi yang tiap hari, makin jelek aja, uuupss!! Terlalu bersemangat.
            “Morning guys!!!”Sapaku pada mereka, saat berada disamping mereka. “Morning gundulmu itu, ini mah malam, kebanyakan kumpul ama orang gila, ya begini akibatnya”Kata Bang Romi, “Romi, nggak boleh bilang gitu sama adiknya, nggak baik tau.”Kata Bunda membelaku, yeeesss!!! Dimana – mana bunda, memang selalu menjadi teman anaknya.
            “Mandi gih sana!!”Kata Bang Romi, saat aku duduk disampingnya. “Males ah disini dingin banget.”Kataku.
            “Jangan – jangan kalau, kamu di Malaysia juga nggak pernah mandi ya?”Tebak Bang Romi, “Hehehe, iya kalau kuliah mungkin Cuma, pake collonge yang banyak, terus cuci muka, abis itu berangkat deh.”Kataku, emang nyatanya begitu.
            “Ada – ada aja, Dokter yang jarang mandi, didunia ya Cuma Neva doang tuh, lainnya nggak ada.”Kata Ayah sambil tidak beralih dari Koran Sorenya. “Kamu masih ingat sama mantan kamu yang, namanya Umar itu?”Tanya Bang Romi secara tiba – tiba, rasa hati tiba – tiba berubah menjadi sedih.
            “Iya, emang kenapa Bang?”Tanyaku penasaran. “Nggak apa, Cuma Tanya aja, barang kali kamu lupa sama dia.”Kata Bang Romi.
            “By The Way, Anyway, Bus Kota. Kalian berdua sebenarnya cocok banget loh, eh tapi Neva malah minta putus, jadi ya sayang sekali.”Tambah Bunda, “Kalau Neva, jodah sama Umar, ya pasti balik lagi deh, percaya sama Ne.”Kataku meyakinkan mereka. Mereka hanya manggut – manggut saja.
@
            Hari pertama jadi Dokter tuh, seperti penyanyi yang baru pertama kali manggung. Jadi nervousnya nggak ketulungan, “Iyaaa!!!! Pasien terakhir!!!”Suaraku yang mengalahkan halilintar, menggema diruang praktekku. Masuklah sepasang suami istri, yang membuatku terperanjat. Terlihat sang wanita, sedang hamil tua.
            “Umar!!”Kataku setengah memekik, Umarpun tak kalah terkejutnya denganku. “Jadi kalian berdua, sudah saling kenal?”Tanya Wanita yang berada di sisi Umar, yang tak lain adalah istrinya. “Iii….Iya, kita teman SMA, ya kan Mar?”Kataku, sambil tersenyum paksa.
            “Iya, kita memang teman SMA, nggak nyangka juga, dia bisa jadi dokter, padahal Matematika aja, nggak bisa.”Kata Umar, aku tau dia hanya menyairkan suasana yang beku. “Perkenalkan ini, istri aku Nev.”kata Umar, dengan bergetar aku mengangkat tangan kananku, Ya Tuhan, apa yang salah denganku hari ini, aku seperti orang gagap yang tak bisa bicara.
            Wanita itu menyambut tanganku. “Sepertinya, kita langsung mulai saja, pemriksaannya”Kataku, biar aku bisa cepat pulang, dan mengharu biru dikamarku.
@
            Aku nggak langsung pulang, aku mampir dulu ke green café, tempat biasanya aku dan sahabatku kumpul, dengan Umar juga, aku sering kesini.
            Mungkin rasa sedih, sedang menggelayut dihatiku, sampai membuatku terdiam tanpa senyuman sedari tadi. Heh gara – gara Umar, merubah semua mood hari pertamaku jadi dokter.
            “Neva!!”Sebuah suara, membuatku sangat terkejut, aku sangat mengenal suara itu, tapi aku lupa suara siapakah itu. Aku menoleh, mencari sumber suara itu, ternyata sahabat aku Alona.
            “Lona!!”Pekikku ketika aku, melihat Alona, pelukan spontan, langsung terjadi. Untung kita sama – sama muhrim, kalau nggak ya bahaya. Aku dan Alona, berpelukan sambil jingkrak – jingkrak, kayak orang yang baru aja gila, terus ketemu saudaranya.
            Aksi kami berdua, menjadi tontonan se isi café. Namanya juga sahabat lama nggak ketemu ya begini jadinya. “Ya ampun, 5 tahun di Malaysia, kamu makin cantik aja!”Kata Alona. Nih manusia satu, bisa aja sih ah.
            “Kamu juga, 5 tahun nggak ketemu, makin jelek aja.”Kataku, langsung saja deh tuh anak merengut kayak bayi babi. “kamu tuh nggak berubah ya cyiin.”katanya, ya beginilah aku, selamanya akan tetap jadi Neva yang dulu, waktu SMK, SMP, SD, TK, dan bahkan Playgroup juga bisa. Eh jaman aku kecil belum ada Play group, hohohoho.
            “Kapan pulang dari Malaysia?”Tanya Lona, “Kemarin sih, terus langsung praktek.”Jawabku.
            Aku menceritakan hal tadi sore, yang aku alami, kalau aku ketemu sama mantan aku yang masih aku rindukan tapi, ternyata dia malah ninggalin aku begitu saja, dan menikah sama orang lain.
            “Emang sih Umar, udah nikah. Bang Romi juga datang lhoh pas nikahannya dia”cerita Lona. Dheghh!! Ternyata Bang Romi, juga datang, tapi kenapa dia nggak cerita sama aku kalau dia tau Umar udah nikah. Air mataku bentar lagi akan meledak, tapi sekuat hati aku mencoba, menahannya,
            “Aku pulang dulu ya Lona, jangan lupa kapan – kapan main ke rumah, atau kamu main ke tempat praktek aku.”Kataku sambil, bersiap untuk pulang. “Baik Bu Dokter”. Pujian Lona, membuat kedua pipiku terasa merah. Aku berlalu meninggalkan Alona, yang duduk sendirian.
@
            “Kenapa sih abang, nggak ngomong dulu sama Neva, kalau Umar udah nikah, padahal sebenarnya Neva pengen banget ajak dia balikan!!”Kataku sambil marah – marah.
            “Kenapa abang nggak ngomong sama kamu, karena abang tau kamu masih mengharap dia, kamu masih cinta sama dia, abang mana yang tega melihat adik kesayangannya hancur. Sekarang kamu tau kan, rasanya bagaimana sakit hati? Hal yang sama dirasakan dengan Umar, tapi kamu malah begitu.”Kata Bang Romi.
            Apa yang aku lakukan? Aku hanya terduduk, tak berdaya. Aku telah melewatkan satu orang yang sangat berarti buat aku, dulu aku hanya buat Umar sebagai bahan butuh saja, dan giliran aku sekarang benar – benar cinta, dia udah tinggalin perasaan aku begitu saja.
@
            Ahh rasanya aku jadi, malas ngapa – ngapain, jangankan buat berangkat praktek, keluar kamarpun aku malas. Tapi masa’ Dokter begini, malu – maluin banget, ya jadi apapun keadaannya, aku harus tetap berangkat praktek, aku tetap marah dengan Bang Romi, karena udah salah dengan aku, dasar jahat.
            Aku turun, menuju ruang makan. Aku sangat mengerti, dengan kebiasaan keluargaku, tepat jam 7 pagi, pasti sarapan. Dengan wajah, ala kadarnya aku menghampiri mereka, untuk berpamitan kerja.
            “Neva berangkat dulu”Kataku, dengan lemas mencium tangan mereka, “Nggak sarapan dulu saying?”Tanya Bunda, aku menggeleng kepala, “Abang anterin kamu ya”Tawar Bang Romi, “Nggak usah, Neva bisa berangkat sendiri.”Kataku ketus, dan kemudian berlalu meninggalkan mereka.
            “adik kamu kenapa sih?kenapa tiba – tiba jadi ketus begitu sama kamu?”Tanya Ayah, yang heran dengan tingkah lakuku. Bang Romi menceritakan apa yang terjadi semalam, aku memang marah dengan Bang Romi, semarah – marahnya dengan dia.
@
            Umar sedang berada di klinik aku, dia Cuma maen ajalah nggak ngapa – ngapain, tapi hati aku nyesek sekarang ini, karena ada dia. Kenapa? Antara sedih dan kecewa bercampur jadi satu dalam hati. Sebenarnya aku seneng banget, bisa ketemu sama Umar, tapi yang buat aku sedih dan kecewa. Dia sudah punya istri, rasanya bodoh banget ya, melewatkan orang yang sangat mencintai aku begitu besarnya, dan aku dengan mudahnya membuang dia begitu saja.
            “Kamu tambah cantik aja, setelah 5 tahun kita nggak ketemu”Kata Umar merayuku, aku seperti sedang terbang kemudian, gubragh!! Terjatuh dan sadar kalau Umar udah punya istri. “Makasih atas pujian kamu”Kataku, Setelah berbasa – basi kemana kemari, bertanya so’al kabar dan yang lainnya, dia membuatku tercenung dengan kata – katanya. “Mau nggak kamu, balikan lagi sama aku? Kamu tau nggak, aku masih cinta sama kamu Ne”Kata Umar, yang membuatku bener – bener haaah!!!
            Aduhh sebenarnya aku, pengen banget buat bilang iya, tapi aku tau posisi dia sekarang yang udah nggak single lagi, dan bentar lagi dia akan menjadi seorang ayah, apa iya aku berani melakukan itu, menyakiti hati yang sama – sama dengan seorang wanita?.
            Sebelum menjawab asistenku, masuk ke ruanganku dengan tiba – tiba. “Bu Dokter, ada pasien yang harus segera ditangani kalau tidak nanti bisa semakin parah.”katanya dengan perasaan dan wajah panik, aaah ternyata Tuhan sangat mengerti aku, hingga menyelamatkan aku dari pertanyaan ini.
            “Umar kamu pulang dulu ya, aku mau nanganin pasien dulu, okeh..”Kataku langsung menyambar seragam putihku yang berada di kursi kemudian meninggalkan Umar begitu saja, tanpa permisi.
@
            Aku sendirian dikamar, menghadap jendela yang langsung menyuguhkan pemandangan ke bukit pada senja hari yang sangat memanjakan mata. Aku dan Bang Romi kalau sedang iseng dulu, suka mendaki dan membuat tenda diatas bukit dan menginap disana. Itu yang membuat aku rindu, saat aku berada di Malaysia.
            Air mataku, tanpa sengaja menetes tanpa aku sadari. Semakin lama semakin deras sehingga membuat aku, sesenggukkan.
            “Nih”Sebuah tangan menjulurkan tissue, dan mengarahkannya padaku, aku menoleh, eeh ternyata Bang Romi. Dengan sikap cuek, aku menyambar tissue dan mengusapkan ke mataku yang sembab. “Udahlah Ne nggak, usah terlalu ditangisi, abang tau kalau kamu emang sangat ngebutuhin Umar, dan sangat sayang dengan dia, tapi kamu harus paham kalau Umar memang, sudah tidak sendiri lagi.”kata Bang Romi.
            Aku masih saja terdiam, dan tak tau mau berkata apalagi dengan Bang Romi. Bang Romi memutuskan untuk segera meninggalkan aku yang sendirian di kamar. Saat Bang Romi akan pergi meninggalkan aku, aku memegang tangannya dan menahannya. “Aku menyesal udah, melewatkan seseorang yang begitu mencintaiku apa adanya. Tapi sekarang kenapa aku sangat sakit.”Kataku, Bang Romi menoleh.
            “Ne, Tuhan maha adil, 5 tahun yang lalu, Umar merasakannya, dan memilih untuk menikah, hal itu yang membuat dia, ingin melupakanmu selamanya, dan mungkin Tuhan ingin memberitahukan ke kamu, begini yang dirasakan Umar.”Kata Bang Romi, aku kemudian langsung memeluk abangku satu – satunya itu, kemudian melepaskan semua tangisanku itu, di pundak abangku itu.
            “Jika aku tau, kalau rasanya seperti ini, aku tak akan pernah melakukannya kak Demi Tuhan sangat sakit.”Kataku disela – sela tangisanku. Bang Romi hanya mengusap punggungku untuk menguatkan aku.
            “Dia menawari aku, apa aku mau balikan lagi sama dia? Apa yang harus aku lakukan kak?”Kataku meminta saran dari Bang Romi.
            “Jawabannya ada di kamu, di hati kecil kamu”Jawabnya pendek. Aku sangat mengerti apa yang dikatakan dengan Bang Romi, dengan jawaban itu. Okeh aku sudah tau jawaban apa yang akan aku katakan pada Umar. Dan aku udah sangat mantap untuk mengatakannya.
@
            Aku hari ini libur, dan mengajak Umar untuk bertemu di Green Café, aku udah berjanji akan menjawab pertanyaannya kemarin. Udah sekitar 2 menit aku dan dia terdiam, aku berharap dia akan mau menerima pernayataanku ini.
            “Bagaimana dengan jawaban yang kemarin Ne?”Tanya Umar. Aku menghela nafas panjang, kemudian aku menghembuskannya. “Okeh aku bakalan jawab, aku nggak bisa menerima kamu lagi, karena aku nggak bisa menyakiti seorang wanita lain, siapapun itu.”Kataku dengan mantap.
            “Tapi Ne?”Umar kembali meyakinkan aku, “Umar udahlah, anggap saja aku adalah masa lalu kamu, jangan ganggu hidup baru aku lagi. Aku akan pergi, semoga kamu bahagia mar”Kataku kemudian berlalu meninggalkan Umar.
            Okeh aku bisa melenggang dengan bangga, udah bisa tegas dengan hati aku, tak ada perasaan sedih ataupun kecewa, saat aku kembali menegaskan hatiku lagi. Hari ini aku akan menjadi seorang Neva yang baru, Dokter Neva yang tegas dengan perasaannya, aku sangat yakin Tuhan akan berikan yang terbaik setelah Umar.
@
Tamat

           


Kriteria            : Umum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar